Metode framing (pembingkaian)
adalah suatu metode untuk melihat cara bercerita (story telling) media
atas peristiwa. Cara bercerita itu tergambar pada “cara melihat” terhadap
realitas yang dijadikan berita. “Cara melihat” ini berpengaruh pada hasil akhir
dari konstruksi realitas. Analisis framing adalah analisis yang dipakai
untuk melihat bagaimana media mengonstruksikan realitas. Analisis framing
juga dipakai untuk melihat bagaimana peristiwa dipahami dan dibingkai oleh
media.
Berikut 4 metode analisis media :
1.
Analisis Isi
·
Pengertian
Analisis isi (content analysis) adalah penelitian
yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau
tercetak dalam media massa. Analisis ini biasanya digunakan pada penelitian
kualitatif. Analisis isi secara umum diartikan sebagai metode yang meliputi
semua analisis menganai isi teks, tetapi di sisi lain analisis isi juga
digunakan untuk mendeskripsikan pendekatan analisis yang khusus. Analisis isi
dapat digunakan untuk menganalisis semua bentuk komunikasi, baik surat kabar,
berita radio, iklan televisi maupun semua bahan-bahan dokumentasi yang lain.
Hampir semua disiplin ilmu sosial dapat menggunakan analisis isi sebagai
teknik/metode penelitian.
Definisi lain dari analisis isi yang sering
digunakan adalah: research technique for the objective, systematic and
quantitative description of the manifest content of communication
·
Asumsi Dasar
Content analysis adalah cara mudah dan efektif
untuk mengukur suatu perubahan. Asumsi dasar
content analysis sedemikian sederhananya sehingga terkadang penelitian semacam
ini terlewatkan karena si peneliti mencari cara lebih canggih dalam mencari
solusi. Pada kenyataannya, para peneliti tersebut tidak mengambil manfaat dari
suatu metode yang dapat diandalkan, instrumen yang dapat dikerjakan di rumah
dan tidak memakan biaya besar
·
Ragam Analisis beserta Tokoh
Harold D. Lasswell
Pelopor analisis isi adalah Harold D. Lasswell,
yang memelopori teknik symbol coding, yaitu mencatat lambang atau pesan secara
sistematis, kemudian diberi interpretasi.
Setidaknya dapat diidentifikasi tiga jenis
penelitian komunikasi yang menggunakan analisis isi. Ketiganya dapat dijelaskan
dengan teori 5 unsur komunikasi yang dibuat oleh Harold D. Lasswell, yaitu who,
says what, to whom, in what channel, with what effect. Ketiga jenis penelitian
tersebut dapat memuat satu atau lebih unsur “pertanyaan teoretik” Lasswell
tersebut.
Holsti
Menurut Holsti, metode
analisis isi adalah suatu teknik untuk mengambil kesimpulan dengan
mengidentifikasi berbagai karakteristik khusus suatu pesan secara objektif,
sistematis, dan generalis.
Objektif berarti menurut aturan atau prosedur
yang apabila dilaksanakan oleh orang (peneliti) lain dapat menghasilkan
kesimpulan yang serupa. Sistematis artinya penetapan isi atau kategori
dilakukan menurut aturan yang diterapkan secara konsisten, meliputi penjaminan
seleksi dan pengkodingan data agar tidak bias. Generalis artinya penemuan harus
memiliki referensi teoritis. Informasi yang didapat dari analisis isi dapat
dihubungkan dengan atribut lain dari dokumen dan mempunyai relevansi teoritis
yang tinggi
Denis McQuail
Denis McQuail membuat dikotomi dalam riset
analisis isi media yang terdiri dari dua tipe, yaitu: message content analysis
dan structural analysis of texts. Analisis isi yang termasuk di dalam message
content analysis memiliki karakter sebagai berikut: quantitative, fragmentary,
systematic, generalizing, extensive, manifest meaning, dan objective. Sementara
itu, structural analysis of texts, dimana semiotika termasuk di dalamnya,
memiliki karakter sebagai berikut: qualitative, holistic, selective, illustrative,
specific, latent meaning, dan relative to reader.
Janis, Barelson, Lindzey dan Aronson
Deskripsi yang diberikan para ahli sejak Janis (1949), Berelson
(1952) sampai Lindzey dan Aronson (1968) yang dikutip Albert
Widjaya dalam desertasinya (1982) tentang Content Analysis menampilkan tiga
syarat, yaitu: objektivitas, dengan menggunakan prosedur serta aturan ilmiah;
generalitas, dari setiap penemuan studi mempunyai relevansi teoritis tertentu;
dan sistematis, seluruh proses penelitian sistematis dalam kategorisasi data.
Max Weber dan Benyamin Franklin
Karya-karya besar dalam penelitian kualitatif
tentang penggunaan analisis isi seperti yang dilakukan oleh Max Weber dalam
bukunya The proestant ethic dan the spirit of capitalism. Dalam karya ini Max Weber
berusaha menentukan apa yang di maknakan dengan “Spirit of capitalism” terutapa
dari apa yang di tulis oleh Benyamin Franklik.
Namun, Weber
lebih banyak bertitik tolak dari kasus-kasus konkret yang bertujuan untuk
menciptakan tipe-tipe ideal (ideal types) dari sekadar menghasilkan suatu
deskripsi objektif dan sistematis dari tulisan Franklin. Jadi,
dalam menyifatkan “Protestan ethic dan spirit of capitalism”, maka Weber mengkaji
isi tulisan Franklin
secara ideal. Hal ini dilakukan dengan sengaja karena Weber tidak
percaya bahwa realitas historis adalah seperti yang dideskripsikan dalam
tipe-tipe ideal yang diciptakan, seperti ascetism, rational organization of
labour, dan lainnya
Kesimpulan
Analisis isi adalah salah satu jenis metode
penelitian yang bersifat objektif, sistematis, dan kuantitatif serta berkait
dengan isi manifest komunikasi. Dalam analisis isi, yang dibedah adalah pesan
atau “message”nya. Studi analisis isi ini menekankan pada bahasa dan
menghendaki adanya netralitas. Akan tetapi, sedikit kelemahan dari analisis isi
ini adalah sangat berpengaruh pada subjektivitas peneliti. Namun, suatu hal
yang membuat metode analisis isi ini patut menjadi pilihan karena sangat
efisien dari segi biaya, dan peneliti dapat menggunakan satu media massa sudah
dinilai representatif asal media massa tersebut bisa menyampaikan isinya
secarakomprehensif.
Di sisi lain, analisis isi tidak perlu
menggunakan responden sehingga dapat menghemat biaya dan waktu, narasumber
terkadang diperlukan untuk memperkuat pendapat semata. Panduan analisis isi ini
adalah pada Coding Sheets.
Data yang dapat dipakai dalam analisis isi
beraneka ragam asalkan terdapat data tertulis tetapi yang utama media massa
2.
Analisis Framing
·
Pengertian
Frame itu sendiri berarti jendela atau bingkai,
framing memiliki arti membingkai, maksudnya pesan komunikasi khususnya media
massa pasti memiliki bingkai. Dalam penjelasannya, kita sering kali melihat
atau bahkan membaca berita yang sama, tetapi berita yang dibahas berasal dari
jendela atau sudut pandang yang berbeda.
Melalui bingkai atau jendela inilah media massa
membahas berita dengan menentukan bagaimana peristiwa dilihat, siapa narasumber
yang diwawancarai, bagian mana dari peristiwa yang akan ditonjolkan dan bagian
mana pula dari peristiwa itu yang bisa diberitakan dalam porsi kecil.
Maka, analisis framing adalah
salah satu metode penelitian dalam media massa yang menekankan pada pemilihan
fakta dan penonjolan fakta (penyajian fakta dan narasumber). Dalam hal ini,
tentu berkaitan erat dengan cara melihat untuk bercerita suatu media terhadap
suatu peristiwa.
·
Asumsi Dasar
Bahwa individu selalu bertindak atau mengambil
keputusan secara sadar, rasional, dan intensional. Individu selalu menyertakan
pengalaman hidup, wawasan sosial, dan kecenderungan psikologisnya dalam
menginterprestasi pesan yang ia terima.
·
Ragam Analisis beserta Tokoh
Beterson
Gagasan mengenai framing, pertama
kali dilontarkan oleh Beterson pada
tahun 1955. Mulanya, frame dimaknai sebagai
struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan
politik, kebijakan, dan wacana, serta yang menyediakan ktegori-kategori standar
untuk mengapresiasi realitas. Namun, kemudian pengertian framing
berkembang yaitu ditafsirkan untuk menggambarkan proses penseleksian
dan penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realita oleh media. Dalam ranah studi
komunikasi, analisis framing mewakili tradisi
yang mengedepankan pendekatan atau perspektif multidisipliner untuk
menganalisis fenomena atau aktivitas komunikasi.
Tesis utamadari Berger adalah manusia dan
masyarakat adalah produk yang dialektis, dinamis, dan plural secara
terus-menerus. Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah tidak
juga sesuatu yang diturunkan Tuhan, tetapi ia dibentuk dan direkonstruksi.
Goffman
Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman 1974,
dengan mengandaikan frame sebagai kepingan-kepingan perilaku (strips of
behaviour) yang membimbing individu dalam membaca realitas.
G.J Aditjoro
G.J Aditjoro
mendefiniskan framing sebagai metode penyandian realitas dimana kebenaran
tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan
secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja,
dengan menggunakan istilah-istilah yang punya konotasi tertentu, dan dengan
bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya.
Gamson dan Modigliani
Menurut Gamson dan
Modigliani, frame adalah cara bercerita atau gugusan ide-ide yang
terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna
peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana
Peter L. Beger dan Thomas Luckman
Konsep mengenai konstruksionisme diperkenalkan
oleh sosiolog interpretatif, Peter L. Beger
bersama Thomas
Luckman, yang banyak menulis karya dan menghasilkan tesis mengenai
konstruksi sosial dan realitas. Berita dalam pandangan konstruksi sosial, bukan
merupakan peristiwa atau fakta dalam arti yang riil. Disini realitas bukan
hanya dioper begitu saja sebagai berita. Ia adalah produk interaksi antara
wartawan dengan fakta.
Robert Entman
Robert Entman
adalah salah seorang ahli yang meletakkan dasar-dasar bagi analisis framing
untuk studi isi media. Menurutnya, analisis framing adalah pengorganisasian
informasi dengan cara tertentu yang khas, sehingga isu tertentu mendapatkan
alokasi lebih besar dari pada yang lain.
Robert Entman melihat perangkat framing dalam dua
dimensi besar, yakni:
a. Seleksi isu
Menyeleksi isu tertentu dan mengabaikan isu-isu
yang lain. Aspek ini berhubungan dengan pemilihan fakta, misalnya aspek mana
yang ingin ditampilkan? Karena tidak semua aspek dari isu bisa ditampilkan.
b. Penonjolan isu
Proses membuat informasi menjadi lebih berarti,
bermakna, lebih menarik, tau bahkan lebih diingat oleh khalayak. Aspek ini
berhubungan dengan penulisan fakta. Saat aspek yang ingin ditampilkan sudah
dipilih, lalu bagaimana aspek tersebut ditulis? Tentu hal ini berkaitan dengan
pemakaian kata, kalimat, gambar , dan citra tertentu yang ingin ditampilkan
kepada khalayak.
3.
Analisis Semiotik
·
Pengertian
Analisis semiotika adalah metode penelitian untuk
menafsirkan makna dari suatu pesan komunikasi baik yang tersirat (tertulis)
maupun yang tersurat (tidak tertulis/teruap). Makna yang dimaksud mulai dari
parsial hingga makna komprehensif. Sehingga dapat diketahui motif komunikasi
dari komunikatornya.
Metode semiotika dikembangkan untuk menafsirkan
simbol komunikasi sehingga dapat diketahui bagaimana komunikator mengkontruksi
pesan untuk maksud-maksud tertentu.
Melalui analisis semiotika dapat dikupas
tanda dan makna yang diterapkan pada sebuah naskah pidato, iklan,
novel, film, dan naskah lainnya. Hasil analisis rangkaian tanda itu akan dapat
menggambarkan konsep pemikiran yang hendak disampaikan oleh komunikator, dan
rangkaian tanda yang terinterpretasikan menjadi suatu jawaban atas pertanyaan
nilai-nilai ideologi dan kultural yang berada di balik sebuah naskah.
·
Asumsi Dasar
Bila segala sesuatu yang dalam terminologi
semiotika disebut sebagai tanda (sign), semata alat untuk berdusta, maka setiap
tanda akan selalu mengandung muatan dusta; setiap makna (meaning) adalah dusta;
setiap pengguna tanda adalah para pendusta; setiap proses pertandaan
(signification) adalah kedustaan
·
Ragam Analisis beserta Tokoh
Ferdinand de Saussure
Pada mulanya semiotika dikembangkan oleh Ferdinand de
Saussure dan Roland
Barthes serta kemudian banyak dikembangkan Jean Baudrillard,
salah seorang pemikir posmoderisme yang terkenal.
Eco
Menurut Eco, semiotik
sebagai “ilmu tanda” (sign) dan segala yang berhubungan dengannya cara
berfungsinya, hubungannya dengan kata-kata lain, pengirimannya, dan
penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya.
Zoest
Menurut Zoest (1992),
semiotika adalah studi tentang tanda dan segala yang berhungan dengannya: cara
berfungsinya, hubunganya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya, dan
penerimaanya oleh mereka yang mempergnakannya.
Scholes
Semiotika, yang biasanya didefinisikan sebagai
pengkajian tanda-tanda (the study of signs), pada dasarnya merupakan sebuah
studi atas kode-kode, yaitu sistem apapun yang memungkinkan kita memandang
entitas-entitas tertentu sebagai tanda-tanda atau sebagai sesuatu yang bermakna
( Scholes,
1982: ix dalam Kris Budiman, 2011: 3)
Ferdinand de Saussure
Bagi Ferdinand de
Saussure (Kris Budiman, 2011: 3) menuturkan bahwa semiologi adalah sebuah
ilmu umum tentang tanda, “suatu ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di
dalam masyarakat”.
Charles S. Pierce
Tanda-tanda dalam masyarakat yang telah
disepakati sebenarnya hasil dari pemikiran Logika seperti yang di ungkapkan
oleh Charles S.
Pierce (Kris Budiman 2011: 3) bahwa semiotika tidak lain daripada sebuah
nama lain bagi logika, yakni “doktrin formal tentang tanda-tanda”.
John A. Walker
Menurut John A. Walker
semiotika adalah “ilmu yang mengkaji tentang tanda sebagai bagian dari
kehidupan sosial. Definisi tersebut menjelaskan relasi yang tidak dapat
dipisahkan antara sistem tanda dan penerapannya di dalam masyarakat. Oleh
karena tanda itu selalu ditempa di dalam kehidupan sosial dan budaya, maka
jelas keberadaan semiotika sangat sentral di dalam cultural studies. Tanda
tidak berada di ruang kosong, tetapi hanya bisa eksis bila ada komunitas bahasa
yang menggunakannya. Budaya, dalam hal ini, dapat dilihat sebagai bangunan yang
dibangun oleh kombinasi tanda-tanda, berdasarkan aturan tertentu (code), untuk
menghasilkan makna.
Pierce
Pierce
mendefinisikan tanda sebagai segala sesatu yang mampu mewakili sesuatu yang
lain. Definisi tanda menurut Pierce dibangun diatas pendekatan triadic. Tanda
terbentuk atas tiga pemungsi tanda yaitu Representatement, Semiotic Object, dan
Interpretant. Representatement adalah object concret yang dapat diamati oleh
panca indra. Semiotic Object adalah abstraksi atau concept seseorng mengeni
suatu objek. Interpretant adalah pemahaman seseorang mangenai hubungan antara
Representatemen dan Semiotic Objek.
Saussure
Teori tanda menurut Saussure
(1857-1913) yang ia sebut semiologi. Konsep Saussure disebut diadik karena
teorinya dibangnoleh dua pemungsi tanda yaitu signifier (penanda) dan signified
(petanda). Makna dalam system tanda merupakan salah sat komponem yang bersifat
abstrak.pemaknaan selalu didasarkan pada paradigma, pemikiran, pengetahan,
interest, atau kltur yang dimiliki oleh interpreter. Setiap tanda selalu
mengandung sebuah makna.
Konsep tentang makna menurut Pierce, yaitu: (1)
konsep atau pengetahuan yang kita miliki tentang suatu objek tidak bersifat
absolute.konsep hanya bersifat pemikiran (Merrel in Cobey, 2001, Hal, 28); (2)
sut objek mungkin tetap tak mngkin berubah, sementara makna kata itu mungkin
berubah bagi kita kalau ada perubahan pengetahuan tentang objek itu, atau
perubahan perasaan kita terhadap objek itu (Ullmann, 1977; Hal.67); (3) makna
tidak hanya berada pada tataran psikologis, tapi berada pula pada tataran
social komunikasi yang melibatkan factor konstekstual.
Dalam kajian teori tanda, makna kontekstal
menganggap makna satu tanda sebagai fungsi hubungannya dengan tanda lain dalam
konteksnya ( Noth, 1995;Hal. 100).berkaitan dengan makna pragmatic, konteks
penggunaan suatu kata atau kalimat ditentukan oleh factor sitasional separti
the role of participants, discourse, time, dan intention.
4.
Analisis Wacana
A. Pengertian Wacana
Wacana dalam bahasa inggris disebut discourse.
Secara bahasa, wacana berasal dari bahasa Sansekerta “wac/wak/vak” yang artinya
“berkata, berucap” kemudian kata tersebut mengalami perubahan menjadi wacana. Kata
‘ana’ yang berada di belakang adalah bentuk sufiks (akhiran) yang bermakna
“membendakan”. Dengan demikian, kata wacana dapat diartikan sebagai perkataaan
atau tuturan.
Menurut kamus bahasa kontemporer, kata wacana itu
mempunyai tiga arti. Pertama, percakapan; ucapan; tuturan. Kedua, keseluruhan
cakapan yang merupakan satu kesatuan. Ketiga, satuan bahasa terbesar yang
realisasinya merupakan bentuk karangan yang utuh.
Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap
diatas kalimat dan satuan gramatikal yang tertinggi dalam hierarki gramatikal.
Sebagai satuan bahasa yang terlengkap, wacana mempunyai konsep, gagasan,
pikiran, atau ide yang dapat dipahami oleh pembaca dan pendengar. Sebagai
satuan gramatikal yang tertinggi, wacana dibentuk dari kalimat-kalimat yang
memenuhi persyaratan gramatikal dan persyaratan kewacanaan lainnnya.
Persyaratan gramatikal dalam wacana ialah adanya wacana harus kohesif dan
koherens. Kohesif artinya terdapat keserasian hubungan unsur-unsur dalam
wacana. Sedangkan koheren artinya wacana tersebut terpadu sehingga mengandung
pengertian yang apik dan benar. Wacana yang koherens tetapi tidak kohesif
sepeti contoh:
Andi dan budi pergi ke hitec-mall, dia ingin
membeli laptop.
Contoh tersebut tidak tidak kohesif karena kata
dia tidak jelas mengacu kepada siapa, kepada Andi atau Budi, atau kepada
keduanya. Jadi dapat disimpulkan bahwa wacana yang baik adalah wacana yang
kohesif dan koherens.
Selain wacana sebagai satuan bahasa terlengkap
diatas kalimat dan satuan gramatikal tertinggi dalam hierarki gramatikal, masih
banyak lagi pengertian lain tentang wacana. Lubis mendefinisikan bahwa wacana
adalah kumpulan pernyataan-pernyataan yang ditulis, atau diucapkan, atau
dikomunikasikan dengan menggunakan tanda-tanda. Sementara White mengartikan wacana
adalah dasar untuk memutuskan apa yang akan ditetapkan sebagai suatu fakta
dalam masalah-masalah yang akan dibahas dan dasar untuk menentukan apa yang
sesuai untuk memahami fakta-fakta sebelum ditetapkan, dimana White dalam hal
ini lebih melihat wacana sebagai sebab daripada sebagai akibat.
Analisis wacana adalah ilmu yang baru muncul
beberapa puluh tahun belakangan ini, sebelumnya aliran-aliran linguistik hanya
membatasi penganalisaannya pada sosial kalimat saja, namun belakangan ini
barulah para ahli bahasa memalingkan perhatiannya pada penganalisaan wacana.
Analisis wacana adalah studi tentang struktur
pesan dalam suatu komunikasi atau telaah mengenai aneka fungsi (pragmatik)
bahasa. Melalui analisis wacana, kita tidak hanya mengetahui isi teks yang
terdapat pada suatu wacana, tetapi juga mengetahui pesan yang ingin
disampaikan, mengapa harus disampaikan, dan bagaimana pesan-pesan itu tersusun,
dan dipahami. Analisis Wacana akan memungkinkan untuk memperlihatkan motivasi
yang tersembunyi di belakang sebuah teks atau di belakang pilihan metode
penelitian tertentu untuk menafsirkan teks.
Objek kajian atau penelitian analisis wacana pada
umumnya berpusat pada bahasa yang digunakan sehari-hari, baik yang berupa teks
maupun lisan. Jadi objek kajian atau penelitian analisis wacana adalah unit
bahasa diatas kalimat atau ujaran yang memiliki kesatuan dan konteks yang eksis
dikehidupan sehari-hari, misalnya naskah pidato, rekaman percakapan yang telah
dinaskahkan, percakapan langsung, catatan rapat, dan sebagainya, dan pembahasan
wacana pada dasarnya merupakan pembahasan terhadap hubungan antara
konteks-konteks yang terdapat dalam teks. Pembahasan itu bertujuan menjelaskan
hubungan antara kalimat atau antara ujaran (utterances) yang membentuk wacana.
sumber :
Analisis Teks Media (Suatu Pengantar
untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing) / Drs. Alex
Sobur, M.Si / Penerbit : Rosda
6ce7f136585cebde3c20c9a41798b498ff132b7fbae1003a78